Beranda / All Post / Artikel / Latar belakang lahirnya NU

Latar belakang lahirnya NU

Latar belakang lahirnya NU
Lambang Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama (NU) adalah perkumpulan/ jam’iyyah diniyyah islamiyyah ijtima’iyyah (organisasi sosial keagamaan Islam). NU didirikan di kota Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M yang dilatar belakangi beberapa factor yaitu :

  1. Faktor keagamaan
    1.  para ulama yg harus dipertahankan & dikembangkan
    2. Awal abad ke-19 M, di Minangkabau, muncul gerakan pembaruan Islam dipimpin Haji Miskin. Mereka menganut puritanisme, mirip kaum Wahabi yg menerapkan melalui jalan kekerasan yg menyebabkan terjadi “Perang Padri”
    3. Akhir abad ke-19 M, terjadi gerakan reformasi yaitu gerakan “Salafiyah” artinya kembali ke jalan pendahulu. Dipelopori Thahir Jalaluddin gerakan ini memperkenalkan paham Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahab & Muhammad Abduh
    4. Di Pulau Jawa baru mengalami reformasi pada awal abad ke-20 dg berdirinya Muhammadiyah (1912), AlIrsyad (1915) & Persatuan Islam (1923). Mereka memberi merk ulama pesatren sebagai golongan tradisional pembela bid’ah &khufarat. Mereka menetang upacara keagamaan, seperti ziarah ke wali, tahlilan, & sitem bermadzhab termasuk madzhab Syafi’i
    5. Terjadi ketegangan antara ulama pesantren & golongan reformis terutama ketika akan diselenggarakan Muktamar Dunia Islam di Kairo (Mesir) tahun 1925. Kemudian kelompok reformis membentuk Central Comite Chilafat.
    6. Untuk mempersiapkan Muktamar di Kairo, tanggal 24- 26 Desember 1924 diselenggarakan Kongres AlIslam di Surabaya
    7. Hasil kongres : masalah khilafat dipegang oleh Majelis Ulama & berpusat di Mekah
    8. Utusan yg dikirim ke Kairo : KH. Fahruddin (Muhammadiyah), Suryopranoto (SI) & KH. Abdul Wahab Hasbullah (ulama pesantren)
    9. Raja Ibnu Mas’ud (Saudi Arabia) akan menyelenggarakan Muktamar Dunia Islam. Rencana ini menjadi topik dalam Kongres Al Islam di Bandung pd Februari 1926. Kemudian diputuskan mengirim Cokroaminoto (SI) & KH. Mas Mansur (Muhammadiyah)
    10. Karena ulama pesantren tidak dilibatkan dalam Kongres Bandung. KH. Abdul Wahab Hasbullah meminta kepada delegasi untuk menyalurkan aspirasi kepada penguasa baru Saudi agar tetap menghormati tradisi keagamaan & ajaran mazdhab 4 yg dianut masyarakat setempatTetapi usulan tersebut tidak ditanggapi oleh Central Comitte Chilafat, bahkan mereka sepakat mendukung pelaksanaan paham Wahabi di Hijaz
    11. Usaha mempertahankan berlakunya paham Ahlussunah wal Jamaah di Hijaz melalui Central Comitte Chilafat tidak berhasilCventral, Setelah direstui Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, dibentuklah Komite Hijaz yg bertugas menghadap langsung kepada Raja Ibnu Mas’ud , Untuk memudahkan tugas tersebut, pada 31 Januari 1926, diputuskan membentuk organisasi yg diberi nama “Nahdlatul Ulama”
    12. Delegasi Komite Hijaz terdiri dari KH. Wahab Hasbullah & Syekh Ghanaim al-Misri. Diterima oleh Raja Ibnu Mas’ud pada 13 Juni 1928. Raja Hijaz berjanji akan tetap menjamin & menghormati ajaran 4 mazdhab & paham Ahlussunnah wal Jamaah. 

2. Faktor Politik

    1.  (Rasa kebangsaan ulama dalam menghadapi Belanda )
    2. Dalam menghadapi Belanda, ulama pesantren memilih sikap isolatif dg mendirikan ponpes yg jauh dari jangkauan & pengaruh kolonialisme Belanda
    3. Tahun 1914 KH. Abdul Wahab Hasbullah membentuk forum diskusi “Taswirul Afkar” yg menjadi sarana mendiskusikan berbagai aspek kehidupan baik keagamaan maupun politik
    4. Langkah konkrit Taswirul Afkar untuk memberdayakan umat Islam mendirikan kelompok kerja “Nahdlatul Wathan” (Kebangkitan Tanah Air), programnya di bidang pendidikan & pelatihan kader muda untuk kegiatan dakwah
    5. Kemudian lahir madrasah “Ahlul Wathan” di Wonokromo, “Far’ul Wathan” di Gresik & Malang, & “Hidayatul Wathan” di Jombang & Jagalan Surabaya
    6. Tahun 1925, KH. Abdul Wahab Hasbullah membentuk “Syubbanul Wathan” kegiatannya mengadakan kursus keagamaan & tujuannya membangkitkan kaum muda untuk cinta tanah air

3. Faktor Ekonomi

    1.  (Upaya meningkatkan ekonomi umat )
    2. Tahun 1918 dibentuk “Syirkah ‘inan murabathah Nahdlatut Tujjar”. Motivasi membentuk syirkah ini:
    3. Banyak pengikut Islam Ahlussunnah wal Jamaah yg memaksakan bersikap tawakkal total tanpa berikhtiar untuk memperbaiki kualitas hidupnya
    4. Banyak ulama & aghniya’ Ahlussunnah wal Jamaah yg tidak peduli pd kalangan yg lemah pendidikan & ekonominya
    5. Santri & Kyai hanya bergelut pd aktivitas tafaqquh fiddin tidak menghiraukan ilmu lain
    6. Dalam waktu singkat syirkah ini telah berhasil merekrut anggota yg cukup banyak & sebagai wujud kesetiaan setiap anggota dikenai ouran wajib 25 Golden
    7. Prioritas programnya pemberdayaan ekonominya ditekankan pada sektor pertanian

4. Faktor SDM

    1.  (Meningkatkan SDM)
    2. Ponpes mengadakan kajian kitab kuning sebagai upaya “tafaqquh fiddin”
    3. Ponpes dipercaya masyarakat sebagai institusi yg mampu membentuk moral & intelaktual muslim
    4. Abad ke-19, ponpes bersifat isolatif
    5. Abad ke-20, ponpes mulai menerima lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah
    6. Atas inisiatif KH. Abdul Wahab Hasbullah, pd 1916 didirikan perguruan “Nahdlatul Wathan” di Surabaya & resmi berbadan hukum
    7. Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari membuka “Madrasah Salafiyah” di Ponpes Tebuireng Jombang tahun 1919. Kurikulumnya disamping pelajaran agama juga ilmu umum (geografi, matematika, sejarah & Bahasa Melayu)
    8. Posisi KH. Hasyim Asy’ari yg sangat sentral dalam jeringan ulama pesantren di Jawa & Madura, pembaruan pendidikan di Tebuireng cepat menyebar ke pesantren lain, terutama setelah berdirinya NU.

Sumber : Pedoman Kaderisasi MAKESTA PC.IPNU-IPPNU Tuban

Komentar

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama berkomentar!

Tinggalkan Komentar

Untuk meninggalkan komentar silahkan: atau
Membalas [nama]